Breaking News
Ilustrasi Seorang Bapak dan Anak

Anak Bohong (Bag. 2)

Ilustrasi Seorang Bapak dan Anak
Ilustrasi Seorang Bapak dan Anak

thayyibah.com :: Justru, Pak Wawanlah tempat bermuara segala unek Dodo. Ia memang orang yang nggak tegaan. Lembut. Gampang bercanda. Hampir bisa dipastikan, sejak lahir hingga seusia Dodo itu, Pak Wawan tak pernah nyubit. Jangankan aksi kekerasan seperti itu, berwajah sangar saja belum pernah. Selalu riang gembira. Terutama, di depan Dodo.

Biasanya, Dodo sudah berdiri setia di depan pintu gerbang menjelang Pak Wawan pulang. Ia tak peduli berapa lama harus berdiri. Dan segala capek itu pun terbang bebas ketika sosok ayah kesayangannya muncul. Senyum Dodo sontak mengembang. Wajahnya menampakkan sinar kegembiraan. Ia pun merangkul tangan ayahnya. Peristiwa itu hampir berulang tiap hari.

“Ah, anakku,” kenang Pak Wawan. Ia hampir tak bisa tidur dengan masalah yang satu ini. Ya Allah, jangan Kau biarkan buah kesayangan hambaMu ini terjerumus dalam perilaku yang tak Kau ridhai. Seperti itulah doa yang kerap terucap dari hati tulus seorang ayah seperti Pak Wawan.

“Do, kok Dodo bohongin ibu. Mbok iyem juga. Memangnya kenapa, Do?” ujar Pak Wawan sambil membelai-belai rambut anaknya. Sesekali, bibirnya mengecup pipi Dodo. Kecupan itu pun membuat Dodo meringis, kegelian. Dodo pun tersenyum manja.

“Kenapa, Do?” ucap Pak Wawan tak kurang lembut. Dodo langsung terduduk. Ia menatap wajah ayahnya begitu lekat. Sesaat kemudian, Dodo berujar lantang, “Kan ayah yang ngajalin. Yeee…!” Dan, Dodo pun berloncat-loncat di atas ranjang. Ia seperti sedang membayangkan senam aerobik. “Satu…dua…tiga…!”

Deg. Pak Wawan bengong. Astaghfirullah, kapan ia mengajarkan bohong pada anak kesayangannya. Gimana mungkin? “Kapan, Do?” ucap Pak Wawan merayu. Sambil loncat-loncat, Dodo bicara enteng, “Kemalen. Kata ayah, Dodo mau dibeliin sepatu loda. Eh, taunya cuma dibohongin. Iya kan?”

Pak Wawan terkulai lemas. Ia ingat betul ucapan itu. Memang, ia pernah janji mau beli sepatu roda. Tapi, itu terlalu mahal. Masih banyak keperluan lain yang lebih penting. Sayangnya, itu tak tersalurkan dengan lancar ke Dodo. Dan Dodo cuma tahu kalau ayahnya pernah janji. Hingga kini, janji itu belum ditepati.

Tak ada cara lain buat Pak Wawan kecuali menetralisir janjinya ke Dodo. Baru setelah itu, ia menanamkan kejujuran kedalam hati Dodo. “Do, kita janjian, yuk!” ucap Pak Wawan sambil menggandeng permata hatinya. Dodo duduk bersila meniru ayahnya. “Mulai sekarang, Dodo sama ayah, nggak akan bohong,” ucap Dodo lagi-lagi meniru ayahnya.

Waktu pun berlalu. Pak Wawan puas dengan perkembangan anaknya. Nyaris, tak ada lagi berita bohong soal Dodo. Hingga suatu hari, ayah dan ibu mertua Pak Wawan datang dari kampung. Mereka tampak panik. “Gimana kabar isterimu? Katanya di rumah sakit?” tanya keduanya ke Pak Wawan. Yang ditanya cuma bingung. “Kata siapa, Pak?” tanya Pak Wawan penasaran. “Dodo. Kemarin, waktu Bapak telpon ke sini,” jawab bapak mertua Pak Wawan spontan. Hah?

Ayah dan anak kadang memang mirip dua sisi uang logam. Nilai sisi yang satu menunjukkan nilai sisi lainnya. Repotnya, kalau salah satunya punya nilai buruk. Boleh jadi, akan merembet ke sisi lainnya: bisa di anak, bisa juga ayahnya.

HABIS

Sumber: Loveislam

About A Halia