thayyibah.com:: Artikel penulis berjudul “KH. Athian Ali : Mendiamkan Yusuf Mansur Sama Juga Membiarkan Umat Dalam Ketidakmengertian” (http://thayyibah.com/2016/06/4892/kh-athian-ali-mendiamkan-yusuf-mansur-sama-juga-membiarkan-umat-dlam-ketidakmengertian/) pada 6 Juni lalu rupanya mendapat perhatian yang cukup luas. Selain ikut disebarluaskan oleh beberapa situs berita, artikel itu juga menjadi pembicaraan di media sosial selama beberapa hari.
Mungkin karena ramai dibicarakan hingga sampai juga ke akun-akun pribadinya, Yusuf Mansur yang sudah berbulan-bulan “mendiamkan” pesan-pesan penulis berupa permintaan tanggapan dan klarifikasi, akhirnya menampakkan batang hidungnya juga. Kamis (9/6) pagi hari, pesan Yusuf Mansur masuk ke nomor WhatsApp penulis. Yusuf Mansur katakan, bahwa artikel penulis itu memang dahsyat dan dia meminta maaf.
Sehari sebelumnya, Rabu (8/6) blog Indonesiana.tempo.co mengangkat artikel penulis sebagai bahan diskusi. Seorang blogger bernama Hasanudin Abdurakhman kemudian memberikan ulasannya. Hasanduddin kemudian masih menulis beberapa artikel lagi. Intinya dia mengkritisi konsep dan aplikasi Yusuf Mansur yang bias makna. Hasanudin juga mengkritisi bisnis-bisnis yang dijalankan Yusuf Mansur.
Pengelola Indonesiana memang meminta penulis untuk memberikan tanggapan. Namun penulis tidak mengiyakan, karena yang harus memberikan tanggapan atau jawaban atas artikel itu adalah Yusuf Mansur sendiri, bukan penulis atau KH Athian Ali.
Yusuf Mansur yang memang diudang oleh admin Indonesiana untuk memberikan tanggapan, bukannya menjawab apa yang dalam pokok pikiran artikel Hasanudin atau artikel penulis, melainkan hanya meminta maaf tanpa sedikitpun menyentuh permasalahan. Tanggapan Yusuf Mansur itu diberinya judul, “Saya Ubaru”.
Rupanya, jurus “minta maaf” ini sudah menjadi gaya Yusuf Mansur ketika orang mengkritisinya. Oleh karena itu, Hasanudin menulis, “Ngumpulin sedekah invetasi, ngaco. Ditegur OJK, ngaku salah. Selesai. Bisnis VSI ternyata salah juga, ngaku salah lagi. Selesai. Lalu berikutnya apa? Kalau salah cukup pasang tampang polos, terus bilang maaf?”
Masih di Indonesiana, Jumat (10/6) Ina Racman selaku konsultan hukum dari Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia “membela” Yusuf Mansur dengan menulis artiel berjudul “Pro Kontra Bisnis Yusuf Mansur”. Dia menjelaskan bahwa bisnis Yusuf Mansur, diantaranya ada yang dijalankan dengan system penjualan langsung –lebih akrab disebut multi level marketing atau MLM—semuanya legal dan tak bermasalah.
Ahad (12/6) Irfan Syauqi Bek juga memberikan tanggapannya dengan judul “Sedekah dan Bisnis”. Menurut Irfan, dakwah Yusuf Mansur selama ini dengan mengajak orang bersedekah itu adalah baik. Sebuah sumber menyebutkan, Irfan yang merupakan putra dari KH. Didin Hafiduddin (Bogor) ini adalah orang yang dipercaya membenahi koperasi Yusuf Mansur sebagai perubahan dari bisnis investasi Patungan Usaha yang dilarang oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) beberapa waktu lalu.
Yusuf Mansur, Ina Rachman maupun Irfan Syauqi Bek meski sudah berpanjang-panjang menulis, sayangnya tidak pernah menjawab apa yang sesungguhnya yang dipersoalkan oleh penulis dan Kiyai Athian. Penulis mempersoalkan, penggunaan cerita-cerita fiktif dalam ceramah Yusuf Mansur guna memotivasi orang memberikan uang dan harta mereka kepada Yusuf Mansur dengan dalih sedekah. Sedangkan Kiyai Athian mempersoalkan penggunaan motivasi keduniaan dalam ibadah sedekah adalah hal yang keliru.
Pada laman Thayyibah.com diskusi mengenai statemen KH. Athian juga berlangsung berhari-hari. Sama seperti Yusuf Mansur, admin-admin media sosilanya serta para pendukungnya juga “membelokkan” persoalan yang diangkat oleh penulis dan KH. Athian. Bahwa ayat dan hadis sedekah yang dikutip Yusuf Mansur itu benar adanya. Hanya saja ketika menafsirkan untuk kepentingan memotivasi orang mengeluarkan uang dan hartanya itu yang dikritisi.
Sebenarnya penulis, juga Hasanudin Abdurakhman bukan orang pertama yang mengkritis pola pengumpulan uang dan harta yang dilakukan oleh Yusuf Mansur dengan balutan sedekah ini. Sudah terlalu banyak orang melakukan itu, termasuk membedah bisnis-bisnis Yusuf Mansur. Di dunia maya bisa kita kumpulkan ratusan artikel tentang itu. Bahkan tidak sedikit yang terang-terangan mengatakan kalau Yusuf Mansur itu telah melakukan penipuan. Namun semua suara kritis itu tertutupi oleh puji-pujian yang lakukan oleh “pasukan” media sosial yang bekerja untuk Yusuf Mansur.
Begitu juga dengan KH. Athian Ali. Dia bukan pertama dan satu-satunya ulama yang “bersuara keras” terhadap kebohongan Yusuf Mansur. Banyak sudah ulama kita yang berbicara tentang sepak terjang Yusuf Mansur. Hanya saja karena mereka tidak bisa gunakan media berbasis internet, karena mereka tidak dekat dengan media massa atau karena mereka tidak punya akses ke dunia buku, maka suara mereka hanya mentok di tembok masjid atau pagar pesantren mereka.
Para pembaca Thayyibah.com juga banyak yang mempersoalkan kebohongan dalam dakwah sedekah Yusuf Mansur. Banyak orang yang datang berkonsultasi dengan Yusuf Mansur, malah yang diminta adalah uang dalam jumlah besar, meminta mobil, motor dan sebagainya. Ini sudah menjadi rahasia umum. Bahkan, sebagian dari mereka meminta kembali uang dan harta mereka karena janji Yusuf Mansur tidak sesuai dengan kenyataan. Sebagian juga mulai permasalahkan Yusuf Mansur secara hukum ketika uang dan harta mereka tidak dikembalikan.
Pengguna media sosoal juga banyak menulis, bahwa berbisnis Yusuf Mansur mengalami banyak masalah, yang tak jauh dari kebohongan. Tak usah jauh-jauh, coba cek ke Dewan Syariah Nasional (DSN), apakah bisnis-bisnis Yusuf Mansur mendapat rekomendasi DSN? Penulis rasa tidak. Seharunya sebagai oarang yang digelari ustad dan sebagai pendakwah, sebagai orang yang senantiasa berbicara bisnis Islami, bisnis Yusuf Mansur seharusnya mendapat pengakuan dari DSN.
Sekarang, para korban kebohongan Yusuf Mansur itu mulai berbicara. Penulis khawatir, satu waktu nanti akan terbuka kebohongan-kebohongan itu. Jangan sampai suatu saat nanti baru kita sadar, bahwa selama ini Yusuf Mansur hanya berupaya mengumpulkan uang dan harta masyarakat untuk membangun bisnis pribadi. Saat itu baru kita sadar, bahwa selama ini Yusuf Mansur telah melecehkan hukum Islam.
Sebagai seorang yang mendapat banyak pujian, Yusuf Mansur seharusnya menghubungi dan bersilahturahmi dengan KH. Athian Ali. Datang dan berdiskusi dengannya. Begitu cara para ustad bertabayun, saling mengklarifikasi. Jika Yusuf Mansur merasa tak bisa melakukan itu, penulis bisa mengusahakan agar pertemua itu bisa terjadi secara terbuka dengan membawa referensi masing-masing.
Meski demikian, penulis merasa ragu Yusuf Mansur mau melakukan itu dengan KH. Athian Ali. Karena penulis teringat akan sebuah nasihat dari seorang ustad yang juga praktisi keungan syariah nasional di Bekasi, bahwa Yusuf Mansur itu sudah merasa “hebat” dengan retorikanya, merasa hebat dengan koneksi-koneksinya sehingga keinginan untuk duduk mengaji bersama para ulama itu sudah tak mungkin terjadi. Walllahu a’lam.[]