thayyibah.com :: Interaksi yang intens setiap hari dengan anak membuka peluang amat besar bagi orangtua untuk melakukan kesalahan terhadap anak, baik itu kesalahan besar maupun kecil. Sayangnya tak semua orangtua menyadari atau mau mengakui kesalahan, apalagi meminta maaf kepada buah hati. Keengganan ini, disadari atau tidak, berpengaruh juga bagi perkembangan anak.
Orangtua merasa “lebih”
Orangtua pasti punya perasaan sebagai sosok yang lebih kaya pengalaman dan lebih tahu dibandingkan anak-anak. Perasaan superior inilah yang, antara lain, menyebabkan orangtua merasa gengsi untuk meminta maaf.
“Padahal ini adalah soal harga diri anak yang sebenarnya sama dengan orang dewasa. Jadi, seharusnya kita menghargai anak. Perasaan ‘lebih’ hingga merasa gengsi meminta maaf sebenarnya bentuk kurangnya penghargaan kepada anak,” jelas psikolog Rozamon Anwar, S.Psi, M.Si, konsultan psikologi di RS Hermina, Depok.
Parahnya, perasaan “lebih” orangtua dibanding anak menjadikan orangtua merasa berhak melakukan apa saja dengan alasan untuk kebaikan anak. Jelas ini sebuah kesalahan lagi. Walau tujuannya baik, kata Rozamon, tapi caranya salah, jelas ini tidak dibenarkan. “Jadi, pikiran bahwa orangtua berhak melakukan apa saja demi tujuan baik, semestinya harus dihilangkan,” tegasnya.
Selain itu, diakui Rozamon, kebanyakan orangtua memang ingin tampil menjadi orang yang ditakuti, hingga anak-anak mau menuruti apa kata orangtua. Tapi, tentu saja anak yang berperilaku baik karena takut pada orangtua, bukanlah sikap yang benar.
Tak selamanya orangtua ada bersama anak. Seharusnya anak berperilaku baik karena kesadaran sendiri bahwa apa yang dilakukan memang baik untuknya. Bagi orangtua yang ingin menjadi sosok yang ditakuti anak dan tidak memedulikan pemikiran anak, maka tentu saja permintaan maaf kepada anak menjadi tidak penting.
Sesungguhnya, kata Rozamon, keinginan untuk ditakuti bukan zamannya lagi. Orangtua sebenarnya adalah teman bagi anak-anak. Sebagai teman yang sejajar, tentu tak sulit bagi orangtua untuk meminta maaf kepada anak. Tak ada ketakutan bahwa gengsi atau wibawa akan jatuh di hadapan anak.
Ketidakmampuan atau ketidakmauan orangtua meminta maaf kepada anak, sedikit banyak akan membawa dampak bagi hubungan keduanya. Anak akan merasakan betapa arogannya orangtua hingga tak mau mengakui kesalahan yang telah dibuatnya.
“Bisa jadi si anak akan tumbuh menjadi orang yang tak dihargai perasaannya. Bila watak si anak kuat, ia akan protes dan marah, sedangkan orangtua akan merasa anaknya tidak sopan. Hubungan tidak akan dekat,” papar alumnus program S2 di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia ini. Jauhnya hubungan orangtua dan anak tentu akan membawa banyak dampak buruk lainnya.
Lebih mudah meminta maaf
Dibandingkan dengan memberi maaf, sebenarnya meminta maaf lebih mudah. Memberi maaf berarti ada usaha untuk menghilangkan atau melupakan rasa sakit fisik maupun psikis yang disebabkan orang lain. Karena itulah, semestinya orangtua sudah memiliki kemampuan meminta maaf sebagai kemampuan dasar. Hilangkan perasaan “lebih” dibanding anak dan cobalah berempati pada perasaan anak. “Ubahlah pola pikir merasa diri paling benar. Ada kalanya anak bisa lebih bijak daripada orangtuanya,” kata Rozamon.
Kata “maaf” adalah kata-kata magic. Banyak kebaikan yang bisa terjadi dengan mengucapkan kata ini. Suasana yang tegang bisa mencair dan anak akan merasa dihargai sebagai manusia oleh orangtuanya.
Setiap perbuatan pasti ada timbal baliknya. Kalau orangtua mencoba selalu mengerti perasaan anak, maka anak-anak akan berusaha mengerti perasaan orangtua. Saat mereka berbuat salah, mereka langsung paham bagaimana perasaan orangtuanya, lalu segera meminta maaf. Begitu juga bila kesalahan mereka lakukan terhadap orang lain.
Oleh: Asmawati