Dari Istiqlal Menebar Kisah Fiktif – Menjaring Untung
thayyibah.com :: Salah satu usaha Yusuf Mansur yang membanggakan dirinya adalah berceramah secara berkala di Masjid Istiqlal. Mungkin sebagian orang beranggapan, bahwa tampilnya Yusuf Mansur di Istiqlal ini adalah karena diminta oleh pengelola Istiqlal sebagai program syiar di masjid negara itu.
Namun sesungguhnya bukan itu yang terjadi. Pihak Yusuf Mansur meminta kepada pengelola Istiqlal untuk memberikan ruang dan waktu untuknya berceramah. Untuk itu pihak Yusuf Mansur harus membayar sejumlah biaya, seperti biaya sewa, biaya perawatan, biaya kebersihan dan sebagainya. Fasilitas dan kesempatan yang sama juga diberikan kepada ustad yang lain, seperti Aa Gym dan Arifin Ilham.
Pihak Yusuf Mansur kemudian mengerjakan promosi, mendatangkan jamaah, menyebar brosur dan spanduk, memasang iklan di media dan sebagainya.
Agar mendapatkan untung dari kegiatan ini, pihak Yusuf Mansur menjual space kepada pihak ketiga untuk memasang iklan atau promosi produknya. Penulis sendiri pernah diminta oleh Yusuf Mansur untuk menghubungi satu pemilik rumah makan ternama agar mau memasang spanduk atau media promo lainnya pada pengajian ini di bulan Mei 2015.
Keuntungan lain yang diperoleh dari pengajian ini adalah dari uang dan harta jamaah yang dijaring, setelah dimotifasi untuk bersedekah.
Selain menjaring keuntungan secara lansung seperti di atas, dari mimbar pengajian ini juga dijadikan Yusuf Mansur sebagai media sosialisasi usaha-usahanya. Seperti yang terjadi pada salah satu pengajiannya yang kemudian oleh tim-nya diunggah ke Youtube dan diber judul ‘Ustadz Yusuf Mansur – dahsyatnya keajaiban sedekah’ (https://www.youtube.com/watch?v=LAcxQ-uE1Uk )
Pada pengajian ini bisa kita saksikan bagaimana Yusuf Mansir memperkenalkan mini swalayan miliknya, yakni Daqu Mart. Mini swalayan yang dikembangkan secara franchise ini dibanggakan Yusuf Mansur sebagai “bisnis akhirat” sehingga masyarakat percaya dan berminat. Dalam video ini Yusuf Mansur mengajak jamaah untuk membuka Daqu Mart di Mampang Prapatan, Jakarta Selatan. Jika tak ada yang berani menjadi franchiser penuh, maka Yusuf Mansur mengajak jamaah secara bersama-sama menjadi franchiser dengan berpatungan Rp. 100 ribu setipa orang.
Begitulah cara Yusuf Mansur dalam membangun usaha dan bisnisnya. Jamaah pengajian diajak bergabung, berpatungan untuk membiayai usahanya. Jumlah uang yang dikeluarkan memang sedikit, tapi dalam kuantiti yang banyak. Sehingga pada suatu saat jika terjadi masalah dalam usaha ini, jamaah segan melakukan tindakan hukum dan sebagainya karena merasa malu mempermasalahkan uang yang tak seberapa.
Dalam pengajian di Istiqlal kali ini, terpampang dalam spanduk sebuah thema yang sesungguhnya menarik, yakni ‘Langkah Bersama untuk Indonesia’. Namun sepanjang ceramahnya, tak pernah muncul formula utuk permasalahan Indonesia. Ceramah Yusuf Mansur, seperti biasa, memotifasi jamaah merogoh koceknya dengan melebar-lebarkan cerita-cerita fiktif.
Di awal ceramah, Yusuf Mansur membacakan Surat Al Ahzab ayat 7 – 15. Pada rangkaian ayat ini Allah meningatkan kepada Nabi Muhammad yang telah menerima janji dari Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa bahwa mereka benar-benar akan menyampaikan agama Allah kepada manusia. dan bahwa mereka akan saling tolong menolong dalam menyampaikan risalah itu, yaitu dengan cara mengakui Nabi-nabi yang terdahulu dari mereka sebagai Nabi-nabi Allah. Rangkaian ayat ini juga berbicara tentang kejadian Perang Ahzab dan hal-hal menyertainya, termasuk nikmat yang Allah berikan kepada kaum Muslimin.
Namun, oleh Yusuf Mansur, ayat ini dijadijadikan sebagai thema untuk mengulang kembali kisah-kisah lama tentang kesuksesan sedekah. Satu kisah lama yang diulangi Yusuf Mansur dalam ceramah kali ini adalah tentang suami istri yang sedang kredit sepeda motor. Sudah tiga bulan tak bisa bayar cicilannya sehingga tagihannya menjadi Rp. 900.000.
Suatu siang, menurut cerita Yusuf Mansur, si suami mendapat uang sebesar Rp. 1 juta yang diniatkan besok akan melunasi tiga bulan cicilan motornya. Sedangkan malamnya, ada ceramah Yusuf Mansur di dekat rumahnya. Hati suami istri ini mulai ragu, jika uang itu dibawa maka akan diminta Yusuf Masur sebagai sedekah, tapi jika ditinggal khawatir akan hilangnya uangnya itu. Uang itu dibawa juga. Supaya tidak dimintakan Yusuf Mansur, uang itu dilem serekat mungkin dengan dompet. Akhirnya, uang dan dompetnya diserahkan kepada Yusuf Mansur juga.
Dalam video ini Yusuf Mansur akui, bahwa orang sudah beranggapan kalau dia suka meminta jamaah menyerahkan uang yang mereka bawa sebagai sedekah. Sehingga banyak jamaah yang perlu berhati-hati menghadiri ceramahnya.
Selain kisah usah di atas, Yusuf Mansur kembali hadirkan kisah, yang sesungguhnya menurut penulis adalah kisah fiktif belaka. Yusuf Mansur kisahkan, ada seorang di Los Angeles, Amerika Serikat, dengan istrinya. Orang ini kosongkan dompetnya, dia kosongin hartanya, karena dia ingin punya anak. Dia sedekahkan semua hartanya. Kemudian istrinya hamil. Dia gembira ria dan semua keluarga tahu kalau istrinya hamil. Tapi sayang, istrinya ini kemudian keguguran.
Orang ini mencari harta dan uang banyak lagi. Kemudian dia sedekahkan semuannya sehingga istrinya hamil lagi dan akhirnya keguguran lagi. Dia mencari harta dan uang lagi, setelah didapat yang banyak, disedekahkan lagi hingga hartanya habis.
Kemudian ada seorang nenek dari Meksiko. Disampaikan kepada sang suami agar istrinya dibawa ke si nenek untuk diurut. Urut orang agar bisa hamil adalah satu kebiasaan di Indonesia. Namun menurut Yusuf Mansur ini juga terjadi di Amerika.
Si nenek asal Meksiko ini menurut Yusuf Mansur, belum tentu sebagai manusia biasa. Bisa jadi dia adalah malaikat. Cerita dengan kehadiran tokoh tidak biasa ini, selalu hadir dalam kisah-kisah fiktif Yusuf Mansur sebagai penonolong atau pemberi jalan keluar dari masalah sang tokoh utama. Si nenek asal Meksiko ini kemudian bisa memastikan sang istri hamil saat itu juga.
Hanya sampai di sigtu cerita suami istri di Los Angeles ini. Orang yang ada dalam cerita ini adalah yang menemani Yusuf Mansur, istri, anak dan rombongannya selama di Los Angeles.
Cerita Yusuf Mansur kemudian melompat ke Washington DC. Di sana ada seorang bernama Arif bersama istrinya. Arif ingin sekali memiliki mobil sedan Camry warna merah. Ini terjadi dalam tahun 2014. Arif pernah tertawa cekikan ketika Yusuf Mansur mengusulkan agar di showroom tempat mobil impiannya itu dijual didatangi dan sholat di sana. Akan tetapi, karena dia mendengarkan ceramah Yusuf Mansur berulang kali maka diapun yakini kebenarannya.
Arif dan istrinya akhirnya memutuskan berangkat ke Carmex, sebuah show room yang banyak terlihat di Amerika. Ini bukan cerita di Indonesia, tapi cerita di Washington DC. Dia datang membawa peci. Istrinya ikut datang membawa mukena untuk sholat di show room. Anda di Jakarta saja belum tentu berani lakukan sholat di show room, apalagi ini di Amerika. Tapi di Amerika Anda boleh lakukan apa saja yang anda inginkan.
Akhirnya Arif dapatkan mobil Camry keluaran tahun 2012 tapi bukan warna merah. Karena itu Arif sholat lagi di show room itu dan berkata kepad Allah sebelum takbir, “Saya gak mau mobil tahun 2012 tapi yang saya mau tahun 2014 dan berwarna merah.” Lalu, Arif sedekahkan 10 persen hartanya dari harga mobil yang diinginkannya itu.
Sebuah cerita yang benar-benar luar biasa, luar biasa bohongnya.
Sampai di sini Yusuf Mansur lalu mengkritik jamaah. “Lain halnya dengan anda. Sudah tau harga motor anda Cuma 10 persen dari dari harta (mobil) Kijang bekas tapi tidak mau disedekahkan.” Kalimat itu diucapkan Yusuf Mansur dengan tujuan memotivasi jamaah untuk mensedekahkan motor yang mereka bawa hari itu.
Di video ini Yusuf Mansur sendiri akui, bahwa kisah-kisah yang diangkatnya membingungkan jamaah. “Ceritanya akan berputar-putar ke belakang, ke depan, ke kiri, kanan. Tapi nanti akan ketemu cerita utamanya,” jelasnya dalam video ini.
Mungkin yang dimaksud cerita utama dalam setiap kisahnya itu adalah datangnya seorang penolong, biasanya orang kaya raya, yang memberikan solusi bagi masalah yang dihadapi tokoh utama dalam kisah yang berputar-putar itu.
Pada akhir ceramahnya, seperti yang selalu dilakukan Yusuf Mansur, dia membacakan ayat-ayat Qur’an (kali ini Surat Yaa Sin yang dibaca), sholawat dan doa. Sebelum itu semua, Yusuf Mansur juga seperti biasa, meminta jamaah berniat dalam hati menyebutkan apa hajat dan diatnya. “Saya akan bersedekah seada-adanya yang saya bawa,” kalimat itu diselipkan Yusuf Mansur dalam menuntun niat jamaah.
Pada bagian paling akhir, seperti biasa, Yusuf Mansur menjaring uang dan harta jamaah yang disebutnya sebagai sedekah. Kepada siapa harta dan uang sedekah jamaah itu? Ya kepada Yusuf Mansur untuk dibawa pulang.[]