Pertanyaan:
Assalamu’alaikum Ustad, saya mau nanya.
thayyibah.com :: Barusan saya baca hadis dari al-Hakim kalo wanita yang tidak mau menyusui anaknya dengan alasan syar’i balasannya –maaf- payudaranya akan di cabik2 ular yang ganas. Saya takut Ustad, dulu saya tidak menyusui anak saya dengan alasan saya operasi. Jadi kalau menyusui sakitnya minta ampun, Ditambah saya sakit. Saran dokter stop dulu, takutnya anak tertular. Jadi anak saya dikasih formula. Tapi ketika mau dikasih asi lagi anak saya sudah ga mau.
Mohon solusinya Ustad, saya takut akan siksa itu.
Terima kasih Ustad, jazakumullah.
Dari: Salwa
Jawaban:
Wa’alaikumussalam
Alhamdulillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, wa ba’du,
Pertama,
Apa yang ibu sampaikan terdapat dalam hadis dari Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ثُمَّ انْطَلَقَ بِي فَإِذَا بِنِسَاءٍ تَنْهَشُ ثَدْيَهُنَّ الْحَيَّاتُ, قُلْتُ: مَا بَالُ هَؤُلَاءِ؟ قِيلَ: هَؤُلَاءِ اللَّاتِي يَمْنَعْنَ أَوْلَادَهُنَّ أَلْبَانَهُنَّ
“Kemudian Malaikat itu mengajakku melanjutkan perjalanan, tiba-tiba aku melihat beberapa wanita yang payudaranya dicabik-cabik ular yang ganas. Aku bertanya: ‘Kenapa mereka?’ Malaikat itu menjawab: ‘Mereka adalah para wanita yang tidak mau menyusui anak-anaknya (tanpa alasan syar’i)’.”
(HR. Ibnu Hibban dalam shahihnya 7491, Ibnu Khuzaimah 1986, dan Syaikh Muqbil rahimahullahdalam Al-Jami’ush Shahih menyatakan: “Ini hadits shahih dari Abu Umamah Al-Bahili radhiyallahu ‘anhu.” Hadis ini juga dinilai shahih oleh Imam Al-Albani).
Ancaman hadis ini berlaku, ketika seorang ibu sengaja menghalangi anaknya untuk mendapatkan nutrisi dari ASInya tanpa alasan yang dibenarkan. Sementara jika sang ibu tidak memungkinkan untuk menyusui anaknya, baik karena faktor yang ada pada ibu maupun pada si anak, insyaaAllah tidak termasuk dalam ancaman hadis ini. Karena itu, tidak masalah jika anak diberi susu selain ASI ibunya. Islam membolehkan seseorang menyusukan anaknya kepada orang lain, dengan kesepakatan upah tertentu. Di antara dalil yang menunjukkan bahwa orang tua boleh menyusukan anaknya ke orang lain,
1. Firman Allah,
وَإِنْ أَرَدْتُمْ أَنْ تَسْتَرْضِعُوا أَوْلادَكُمْ فَلا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُمْ مَا آتَيْتُمْ بِالْمَعْرُوفِ
“Jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang layak…” (QS. Al-Baqarah: 233).
2. Allah berfirman,
وَإِنْ تَعَاسَرْتُمْ فَسَتُرْضِعُ لَهُ أُخْرَى
“Jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya…” (QS. At-Thalaq: 6)
3. Dalam syariat kita dikenal istilah ibu susu, saudara sepersusuan, dst. Bahkan karena menyusu kepada orang lain, bisa menyebabkan hubungan mahram, sebagaimana layaknya hubungan nasab. Sementara, mayoritas ulama menegaskan bahwa susuan bisa menyebabkan mahram, jika diberikan sebelum berusia dua tahun. Al-Hafidz Ibnu Katsir mangatakan,
والقول بأن الرضاعة لا تحرم بعد الحولين مروي عن علي، وابن عباس، وابن مسعود، وجابر، وأبي هريرة، وابن عمر، وأم سلمة، وسعيد بن المسيب، وعطاء، والجمهور
“Pendapat yang menegaskan bahwa persusuan tidak menyebabkan mahram jika diberikan setelah dua tahun merupakan riwayat dari Ali, Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, Jabir, Abu Hurairah, Ibnu Umar, Ummu Salamah radhiyallahu ‘anhum. Kemudian Said bin Musayib, Atha, dan mayoritas ulama.” (Tafsir Ibn Katsir, 1:634)
Ini semua menunjukkan syariat membolehkan si anak untuk disusui orang lain di masa anak itu masih membutuhkan asi ibunya, yaitu sebelum menginjak usia dua tahun.
Kedua, syarat dan ketentuan menyusukan anak kepada orang lain
Pada keterangan di atas, seorang ibu diizinkan tidak menyusui anaknya, dengan disusukan kepada wanita lain atau diberi susu formula. Namun tentu saja kebolehan ini tidak berlaku mutlak. Ada beberapa syarat dan ketentuan yang wajib diperhatikan, diantaranya,
1. Suami tidak mewajibkan sang istri untuk menyusui anaknya
Ketentuan ini kembali pada aturan bahwa istri berkewajiban mentaati perintah suaminya. Terlebih jika perintah itu demi kemaslahatan anaknya atau keluagnya.
Imam Ibnu Utsaimin mengatakan,
وقال شيخ الإسلام ابن تيمية : بل إذا كانت في عصمة الزوج فيجب عليها أن ترضعه ، وما قاله الشيخ أصح ، إلا إذا تراضت هي والوالد بأن يرضعه غيرها فلا حرج ، أما إذا قال الزوج : لا يرضعه إلا أنت فإنه يلزمها ، حتى وإن وجدنا من يرضعه ، أو وجدنا له لبنا صناعيا يمكنه أن يتغذى به ، وقال الزوج : لا بد أن ترضعيه فإنه يلزمها ؛ لأن الزوج متكفل بالنفقة ، والنفقة كما ذكرنا في مقابل الزوجية والرضاع .
“Syaikhul Islam Ibnu taimiyah menegaskan, ‘Bahkan jika si ibu masih menjadi istri dari suaminya, si ibu wajib menyusui anaknya’ dan apa yang disampaikan oleh Syaikhul islam adalah pendapat yang benar. Kecuali jika si ibu dan si bapak merelakan untuk disusukan orang lain, hukumnya boleh. Namun jika suami menyuruh: ‘Tidak boleh ada yang menyusuinya kecuali kamu’ maka wajib bagi istri untuk menyusuinya. Meskipun ada orang lain yang mau menyusuinya atau meskipun si bayi mau mengkonsumsi susu formula. Selama suami menyuruh, ‘Kamu harus menyusui anak ini’ maka hukumnya wajib bagi istri. Karena suami berkewajiban menanggung nafkah, dan status nafkah – seperti yang telah kami jelaskan – merupakan timbal balik dari ikatan suami istri dan persusuan.” (asy-Syarhul Mumthi’, 13/517)
2. Si anak mau mengkonsumsi susu selain asi ibunya.
Kewajiban orang tua adalah memberikan makanan bagi anaknya. Karena itu, jika ada anak yang tidak mau minum susu kecuali asi ibunya, maka wajib bagi ibu untuk menyusuinya. Jika si ibu tetap tidak bersedia, maka dia berdosa karena dianggap menelantarkan anaknya. Al-Buhuti mengakan,
ويلزم حرة إرضاع ولدها مع خوف تلفه بأن لم يقبل ثدي غيرها ونحوه ، حفظاً له عن الهلاك ، كما لو لم يوجد غيرها , ولها أجرة مثلها , فإن لم يخف تلفه لم تجبر ، لقوله تعالى : (وَإِنْ تَعَاسَرْتُمْ فَسَتُرْضِعُ لَهُ أُخْرَى)
“Wajib bagi wanita merdeka untuk menyusui anaknya ketika dikhawatirkan anaknya terlantar karena tidak mau minum asi wanita lain atau susu lainnya. Dalam rangka menjaga anak ini dari kematian. Sebagaimana juga ketika tidak dijumpai wanita lain yang bersedia menyusuinya. Dan si istri berhak mendapatkan upah yang sewajarnya. Namun jika tidak dikhawatirkan si anak terlantar (karena masih mau minum susu lainnya, pen) maka si istri tidak boleh dipaksa. Berdasarkan firman Allah (yang artinya), ” jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya..” (Syarh Muntaha al-Iradat, 3:243)
Bahkan sebaliknya, jika ada anak yang justru muntah dengan asi ibunya, sang suami tidak berhak memaksa istrinya untuk menyusui anaknya.
Ketiga, Asi adalah asupan terbaik
Kami sangat menyarankan agar para orang tua berusaha untuk memberikan ASI kepada anaknya karena itu merupakan asupan terbaik bagi si anak, sebagaimana yang direkondasikan ahli medis. Syariat mengajarkan agar setiap kebijakan atasan diarahkan untuk kemaslahatan bawahannya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُلُّكُمْ رَاعٍ، وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Kalian semua adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawaban terhadap bawahan yang kalian pimpin.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Allahu a’lam
Sumber: http://www.konsultasisyariah.com/
Referensi: Fatawa Islam, no. 142055