thayyibah.com :: Media merupakan sumber informasi yang faktual, dimana sebuah masyarakat maju sangat sulit lepas dari media sebagai sumber komsumsi informasi utama mereka. Kedudukan media saat ini ibarat penguasa. Media ibarat perpanjangan alat indera kita, titahnya didengar, pengaruhnya sangat dominan, seruannya ibarat arahan yang mewarnai opini publik tanpa bisa dibendung dan ulasannya pun seringkali diserap secara membabi buta tanpa upaya penyaringan yang selektif. Sehingga Rosululloh meriwayatkan dalam haditsnya, “Sesungguhnya di antara keterangan (albayan) itu sihir (sangat mempengaruhi)”, dan media merupakan sarana bayan yang efektif guna mengulas berita, menganalisa kejadian, serta menyuguhkan informasi.
Media seharusnya menyajikan fakta atau gambaran peristiwa tanpa upaya menginterpretasi dan tanpa opini. Namun kenyataan di lapangan, media tak selalu menyajikan berita sesuai dengan faktanya bahkan berani berbohong 100%, berbeda 180 derajat dengan fakta yang terjadi. Majalah TIMES adalah contoh media kelas dunia yang sering melanggar prinsip pemberitaan berimbang dan banyak lagi jaringan berita kabel maupun satelit milik barat berperan dalam membohongi masyarakat international dan khususnya umat Islam dalam mengulas tentang Islam. Karena kuatnya pengaruh media dalam menggiring opini mengharuskan Umat Islam harus memiliki sensitifitas dan kehati-hatian dalam mencermati setiap pemberitaan yang ada. Kepiawaian memilah berita demi berita serta mengklarifikasi setiap otensititas pemberitaan merupakan cara yang baik dalam mencermati kebenarannya, sebagaimana Alloh memerintahkan kita untuk senantiasa bertabayyun atas informasi dan berita yang datang.
Dalam sejarah Islam tertoreh kejelian para sahabat dalam menangkap berita sehingga mereka tidak mudah tergoyahkan dan terprovokasi karenanya. Seperti dalam perang Badar dimana kaum Muslimin tidak melemah ketika orang-orang kafir memberitakan bahwa pasukan Quraisy dalam jumlah yang besar akan menyerang mereka sebagaimana firman Alloh , “Yaitu orang orang (yang menta’ati Alloh dan Rosul) yang kepada mereka ada orang yang mengatakan: “Sesungguhnya orang-orang Quraisy telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kalian, karena itu takutlah kepada mereka”, maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab: “Cukuplah Alloh sebagai penolong kami dan Alloh adalah sebaik baik pelindung.” (QS. Ali Imron 173).
Walaupun sempat sebuah informasi dusta (haditsul ifki) yang digagas oleh orang-orang munafik sempat menjadi polemik di tengah para sahabat. Bahkan sebagian mereka terpengaruh ikut dalam penyebaran isu tersebut sehingga menimbulkan prahara yang mendera rumah tangga kekasih Alloh yang mulia, Rosululloh , sampai akhirnya Alloh menurunkan ayat tentang bersihnya Aisyah dari tuduhan kotor tersebut. Alloh berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita tersebut buruk bagimu bahkan ia adalah baik bagimu. Setiap orang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan mereka yang mengambil bagian terbesar dalam penyebaran berita bohong tersebut baginya azab yang besar. Mengapa di waktu kamu mendengar berita bohong itu orang-orang mukminin dan mukminat tidak bersangka baik terhadap diri mereka sendiri, dan (mereka tidak) berkata: “Ini adalah suatu berita bohong yang nyata”. (QS. an-Nur: 12)
Kerap kali kita mendengar pemberitaan pemberitaan yang tendensius jika itu berkaitan dengan Islam dan umat Islam yang diblow up habis-habisan, bahkan menjadi headline utama beberapa media. Bahkan tidak sedikit yang merugikan serta mendeskriditkan umat Islam serta dipaksakan agar menjadi opini masyarakat umum. Bukan hal baru jika Islam kerap kali distigmakan dengan radikalisme, terorisme, fundamentalisme serta isme-isme negatif lainnya. Tentu penyematan image negatif tersebut tidak bisa dilepaskan dari peran media-media barat kafir, yang dalam hal ini dijadikan komoditas yang laku untuk dijual yang punya nilai tambah dalam hal pemberitaan, tanpa peduli kode etik, kejujuran dan etika. Fitnah menjadi dagangan baru bagi insan media. Bagi mereka kejujuran tak lebih penting dibanding berita kontroversi untuk menaikkan rating media. Tanpa mau tahu dampak yang mungkin terjadi dari fitnah yang menjadi headline berita mereka.
Menurut Efendi Ghozali pakar komunikasi UI mengatakan ada lima kebohongan media. Pertama, membesar-besarkan atau mengecil-ngecilkan data. Peristiwanya memang ada, cuma disajikan lebih besar, lebih dramatis, atau lebih kecil atau dianggap tidak terlalu penting untuk diberitakan secara detail. Kedua, memberitakan yang tidak pernah ada, seperti isu senjata pemusnah massal yang menjadikan Amerika beralasan untuk membombardir Irak. Ketiga, tidak memberitakan kejadian yang memang terjadi dan seyogyanya jika disajikan bermanfaat bagi publik.Keempat, membohongi agenda publik dengan sengaja! Artinya media dengan sengaja membombardir kita dengan berita yang kemudian memaksa kita untuk ikut mengakui agenda yang mereka sembunyikan di balik pemberitaannya. Sebagaimana berita murahan skandal asusila yang santer belakangan diblow upsetiap hari yang sangat menyedot perhatian publik dan mengalihkan dari berita penting lainnya. Kelima, membohongi publik dengan menekankan bahwa media serta orang-orang di belakanggya tidak sedang membohongi Anda. Mark Crispin Miller mengatakan, “Media massa Amerika sebagian besar dikontrol oleh perusahaan-perusahaan besar yang demi keuntungan ekonomi mereka menjadi pendukung pemerintah. FOX NEWS dan CNN jaringan satelit yang bertayang 24 jam nonstop mengjangkau seluruk pelosok dunia melakukan cuci otak tanpa henti. Kecenderungan demikian nampaknya diamini pula oleh media-media di Indonesia dengan melakukan hal yang sama. Kantor berita AP, AFP, REUTERS, CBS dan BBC yang sangat pro Zionis kerap jadi rujukan berita media nasional. Pantas saja jika musuh-musuh Islam menjadikan media sebagai sarana menguasai dunia tanpa dibatasi geografi dan teritorial dengan strategi pembentukan opini tadi.
Sumber: http://www.hasmi.org/