Ilustrasi Seseorang yang Mendapatkan Ujian Sesuai Tingkat Keimanannya
thayyibah.com :: Siapakah yang akan mendapatkan ujian terberat?
Dari Mush’ab bin Sa’id -seorang tabi’in- dari ayahnya, ia berkata,
يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ النَّاسِ أَشَدُّ بَلاَءً
“Wahai Rasulullah, manusia manakah yang paling berat ujiannya?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
« الأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الأَمْثَلُ فَالأَمْثَلُ فَيُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَإِنْ كَانَ دِينُهُ صُلْبًا اشْتَدَّ بَلاَؤُهُ وَإِنْ كَانَ فِى دِينِهِ رِقَّةٌ ابْتُلِىَ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَمَا يَبْرَحُ الْبَلاَءُ بِالْعَبْدِ حَتَّى يَتْرُكَهُ يَمْشِى عَلَى الأَرْضِ مَا عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ »
“Para Nabi, kemudian yang semisalnya dan semisalnya lagi. Seseorang akan diuji sesuai dengan kondisi agamanya. Apabila agamanya begitu kuat (kokoh), maka semakin berat pula ujiannya. Apabila agamanya lemah, maka ia akan diuji sesuai dengan kualitas agamanya. Seorang hamba senantiasa akan mendapatkan cobaan hingga dia berjalan di muka bumi dalam keadaan bersih dari dosa.” [1]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan,
وَاِذَا عَظُمَت المِحْنَةُ كَانَ ذَلِكَ لِلْمُؤْمِنِ الصَّالِحِ سَبَبًا
لِعُلُوِّ الدَرَجَةِ وَعَظِيْمِ الاَجْرِ
“Cobaan yang semakin berat akan senantiasa menimpa seorang mukmin yang sholih untuk meninggikan derajatnya dan agar ia semakin mendapatkan ganjaran yang besar.”[2]
Syaikhul Islam juga mengatakan,
واللهُ تَعَالَى قَدْ جَعَلَ أَكْمَلَ المُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَعْظَمُهُمْ بَلاَءً
“Allah akan memberikan cobaan terberat bagi setiap orang mukmin yang sempurna imannya.”[3]
Al Munawi mengatakan, “Jika seorang mukmin diberi cobaan maka itu sesuai dengan ketaatan, keikhlasan, dan keimanan dalam hatinya.”[4]
Al Munawi mengatakan pula, “Barangsiapa yang menyangka bahwa apabila seorang hamba ditimpa ujian yang berat, itu adalah suatu kehinaan; maka sungguh akalnya telah hilang dan hatinya telah buta. Betapa banyak orang sholih (ulama besar) yang mendapatkan berbagai ujian yang menyulitkan. Tidakkah kita melihat mengenai kisah disembelihnya Nabi Allah Yahya bin Zakariya, terbunuhnya tiga Khulafa’ur Rosyidin, terbunuhnya Al Husain, Ibnu Zubair dan Ibnu Jabir.
Begitu juga tidakkah kita perhatikan kisah Abu Hanifah yang dipenjara sehingga mati di dalam buih, Imam Malik yang dibuat telanjang kemudian dicambuk dan tangannya ditarik sehingga lepaslah bahunya, begitu juga kisah Imam Ahmad yang disiksa hingga pingsan dan kulitnya disayat dalam keadaan hidup. … Dan masih banyak kisah lainnya.”[5]
Semakin kuat iman, semakin berat cobaan, namun semakin Allah cinta. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلاَءِ وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ فَمَنْ رَضِىَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ
“Sesungguhnya balasan terbesar dari ujian yang berat. Jika Allah mencintai suatu kaum, maka Allah akan memberikan cobaan kepada mereka. Barangsiapa ridho, maka Allah pun ridho. Dan barangsiapa murka (tidak suka pada cobaan tersebut, pen), maka baginya murka Allah.”[6]
Kewajiban kita adalah bersabar dan bersabar. Ganjaran bersabar sangat luar biasa. Ingatlah janji Allah,
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Sesungguhnya orang-orang yang bersabar, ganjaran bagi mereka adalah tanpa hisab (tak terhingga).” (QS. Az Zumar: 10).
Al Auza’i mengatakan bahwa ganjarannya tidak bisa ditakar dan ditimbang. Ibnu Juraij mengatakan bahwa balasan bagi orang yang bersabar pahala bagi mereka tidak bisa dihitung sama sekali, akan tetapi akan diberi tambahan dari itu. Maksudnya, pahala mereka tak terhingga. Sedangkan As Sudi mengatakan bahwa balasan bagi orang yang bersabar adalah surga.[7]
Makna asal dari sabar adalah “menahan”. Secara syar’i, pengertian sabar sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnul Qayyim,
فَالصَّبْرُ حَبْسُ النَّفْسِ عَنِ الجَزْعِ وَاللَِّسَانِ عَنِ التَّشَكِّي، وَالجَوَارِحِ عَنْ لَطْمِ الخُدُوْد وَشَقِّ الثِيَابِ وَنَحْوِهِمَا
“Sabar adalah menahan diri dari menggerutu, menahan lisan dari mengeluh, dan menahan anggota badan dari menampar pipi, merobek-robek baju dan perbuatan tidak sabar selain keduanya.”[8] Jadi, sabar meliputi menahan hati, lisan dan anggota badan.
Semoga Allah memberi taufik dan kekuatan kepada kita dalam menghadapi setiap ujian.
Muhammad Abduh Tuasikal
[1] HR. Tirmidzi no. 2398, Ibnu Majah no. 4024, Ad Darimi no. 2783, Ahmad (1/185). Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wa At Tarhib no. 3402 mengatakan bahwa hadits ini shahih.[2] Al Istiqomah, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, 2/260, Jami’ah Al Imam Muhammad bin Su’ud, cetakan pertama, 1403 H.
[3] Qo’idah fil Mahabbah, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, hal. 150, Maktabah At Turots Al Islamiy.
[4] Faidhul Qodir Syarh Al Jami’ Ash Shogir, ‘Abdur Ro-uf Al Munawi, 1/73, Al Maktabah At Tijariyah Al Kubro, cetakan pertama, tahun 1356 H.
[5] Faidhul Qodir Syarh Al Jami’ Ash Shogir, ‘Abdur Ro-uf Al Munawi, 1/158, Asy Syamilah
[6] HR. Tirmidzi no. 2396, dari Anas bin Malik. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih.
[7] Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, 7/89, Dar Thoyibah, cetakan kedua, tahun 1420 H.
[8] ‘Iddatush Shobirin, Ibnu Qayyim Al Jauziyah, hal. 7, Darul Kutub Al ‘Ilmiyyah, Beirut.